Sejarah Pastoral

Sejarah Pastoral
Perkembangan teologi pastoral Protestan dimulai pada zaman reformasi Jerman yaitu ketika perhatian atas cure of soul muncul. Jalan pikiran orang-orang Protestan mula-mula adalah bahwa sakramen pengampunan dosa merupakan pemahaman yang keliru dimana dalam anggapan jemaat, perbuatan yang diperlihatkannya setelah pengakuan dosa merupakan hal yang menyenangkan hati Allah dan menyebabkan ia diampuni. Sedangkan bagi pendeta, jabatannya memberikan kekuasaan untuk memberi pengampunan atau tidak atas nama Allah. Keberatan Luther bukanlah terhadap pengakuan dosa atau absolusi yang seperti itu, melainkan terhadap pengendalian manusia atas Allah. Menurut orang-orang Reformasi gereja di dunia harus dimengerti terutama sebagai “kumpulan orang-orang percaya”, yang karena anugerah Allah tentu akan saling memperhatikan: memuji Allah, saling menjaga dan menolong serta mewartakan Firman itu kepada sesama manusia. Jadi jiwa manusialah yang diperhatikan dalam gereja. Sehingga ada kesimpulan dari Pauck tentang hakikat Protestanisme adalah: suatu sikap rohani, yang berakar dari iman yang hidup bahwa Allah telah menjelma di dalam Yesus dari Nazaret dan menyatakan diriNya pada hidup dan pikiran yang baru yang mencerminkan imannya sebagai suatu pewartaan akan kemuliaan Allah yang melampaui segala keterbatasan dan kecukupan manusia.

Awal-awal Abad Protestanisme
Penggunaan istilah Teologi Pastoral pertama kali di dalam Protestanisme baru muncul pada abad ke 18. Secara historis, perhatian yang diberikan kepada teologi pastoral hanya terjadi pada periode seratus lima puluh tahun, dan baru secara penuh diakui sebagai ilmu kurang dari seabad lamanya. Sejarahnya dikaitkan dengan Seelsorge atau pemeliharaan dan penyembuhan jiwa-jiwa. Sebagian besar dari Seelsorge ditujukan bagi “disiplin” dan bukan bagian langsung dari Teologi Pastoral, walaupun merupakan fungsi yang penting dari gereja dan pendeta.
Pada abad ke-16 terhadap teologi Pastoral adalah dicurahkannya perhatian pada sikap dan motivasi. Penggembalaan pertama-tama membutuhkan seorang gembala Kristen dengan segala konsekuensinya. Gembala harus lemah lembut dan peka terhadap orang yang membutuhkan kepekaan, meskipun ia bersikap keras terhadap orang yang berada dalam situasi lain.
Pada abad ke-17 Richard Baxter dalam bukunya yang berjudul “The Reformed Pastor” (Gembala yang diperbaharui) menuntut perasaan tanggung jawab pendeta terhadap jemaatnya. Pendeta yang tidak memiliki perasaan yang bertanggung jawab dikecamnya dengan keras. Namun ada titik kelemahan dari Baxter yaitu berpindah kepada segala situasi dengan sikap mampu menjawab kebutuhannya misalnya penggembalaan, kadang pengajaran; pada saat yang lain teguran atau koreksi.

Protestanisme Pada Abad-abad Permulaan
Fakta yang menonjol tentang penggembalaan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 adalah pengaruh dari Pietisme. Sebagian orang-orang pietis dan evangelis menilai penting pelayanan pastoral tetapi mereka merasa harus mempertentangkannya dengan teologi ketika mereka melakukannya. Pada tahun Koster membagi “ilmu pastoral” menjadi 4 fungsi: Liturgi, Seelsorge, Homiletika, dan Kateketik. Sheedd dari Auburn dan Union Theological Seminaries, memandang teologi pastoral sebagai studi atas perkunjungan, pengajaran, kehidupan pribadi, doa dan akal budi dari pendeta.

Teologi Pastoral Pada Abad Ini
Karya yang paling populer dan paling berpengaruh pada pergantian abad ini adalah The Cure of Soul (Penyembuhan jiwa-jiwa) oleh John Watson, yang pertama kali disajikan di Yale. Watson dengan semangat mengikuti model “Petunjuk dan Bantuan” dan menunjukkan keahlian dan kepekaannya, namun kurang memperhatikan teori sistimatis.
Masalah besar ke-Kristenan Eropa pada saat sekarang adalah ketentuan dan penjagaan keunikan iman terhadap musuh-musuh sosial baru serta ancaman perpecahan. Oleh karena itu suasana hubungan dengan “psikologi modern” menjadi kurang positif. Injil sosial telah meletakan fondasi untuk teologi pastoral dengan perhatiannya terhadap sikap lembaga-lembaga ini pada kehidupan manusia dan perhatian injil pada relasi lembaga maupun pribadi. Karena penggembalaan lebih dari relasi antar pribadi dan bergerak ke arah kehidupan kelompok-kelompok yang terorganisir, maka pemisahan pietistis bidang-bidang rohani dari semua dimensi kehidupan manusia menjadi tidak mungkin lagi.
Anton T. Boisen memberikan sumbangan besar kepada kesuburan teologi pastoral yang baru pada abad ini. Dalam mempelajari “vocabulary pastoral” (living human documents), bahkan kasus-kasus orang sakit jiwa pun, demikian ditegaskan, orang tidak semata-mata mempelajari psikolog atau psikiatri, tetapi juga teologi. Sebab hanya melalui pengalaman-pengalaman yang demikian, pandangan-pandangan religius yang hebat telah muncul di dalam nabi-nabi dan orang-orang mistik di masa lalu.






Jenis – jenis Pastoral :
1.     Pelayanan pastoral sebagai pemberita Firman.
Pelayanan pastoral (yang disebut pemeliharaan jiwa) adalah pemberitaan Firman, yang berintikan pegampunan dosa, kepada individu-individu (=orang-seseorang) dalam bentuk percakapan.
Pelayanan pastoral sebagai pemberitaan Firman menurut Thurneysen adalah satu-satunya bentuk pelayanan pastoral yang benar-benar melayani injil sebagai berita dari presensia dan aktivitas Allah yang menyelamatkan dalam Yesus Kristus.

2.     Pelayanan pastoral sebagai konseling.
Teolog pastoral Amerika yang paling terkenal ialah Hiltner. Karyanya mempunyai dua ciri pokok, yaitu:
a.     Karyanya terarah ke praktek pastoral
b.     Karyanya di dasarkan atas suatu pertanggungjawaban yang panjang lebar di bidang psikologis dan teologis.
Berdasarkan pandangan ini ia merumuskan konseling seperti berikut:
Konseling pastoral ialah usaha yang dijalankan oleh pastor untuk membantu orang, agar ia dapat menolong dirinya sendiri. Dari definisi ini dan dari penjelasan-penjelasan lain, yang ia berikan dalam karya-karyanya, nyata bahwa: Konseling pastoral adalah suatu proses, yang berusaha memecahkan persoalan oleh relasi antara pastor dan aggota jemaat. Pastor yang menjalankan konseling pastoral, adalah pembantu dari anggota jemaat yang ia gembalakan. Bantuan tersebut dalam bentuk percakapan Tujuan akhir dari konseling pastoral adalah supaya dengan bantuan pastor anggota jemaat (yang beroleh pengertian tentang persoalannya) dapat menolong dirinya sendiri
3.     Pelayanan pastoral sebagai persekutuan
Maksud dari pelayanan pastoral sebagai persekutuan merupakan memperbaiki hubungan yang terganggu, supaya anggota jemaat yang bersangkutan mendapat kembali tempatnya dalam persekutuan itu, sehingga ia dapat berfungsi lagi sebagai anggota tubuh Kristus. Pelayanan ini adalah salah satu tugas yang paling penting dari Gereja. Terutama pada waktu ia meminta perhatian kita yang sepenuhnya.
4.     Pelayanan pastoral sebagai diakoni.
Pelayanan pastoral diakonia ini sebenarnya bukan pelayanan yang baru. Tetapi ini termasuk pelayanan pastoral sebagai pemberian bantuan. Diharapkan supaya dalam praktik pelayanan lebih diutamakan lagi dalam bentuk perbuatan.








Teknik – teknik percakapan atau konseling Pastoral yang ideal    :
1.     Buat janji dan menepati janji.
Dalam membuat konseling membuat janji terlebih dulu merupakan salah satu teknik agar konseling berjalan dengan baik. Tetapi menepati janji yang sudah dibuat adalah suatu keharusan.
2.     Hadirlah secara utuh, secara psikis dan psikologis
Konselor harus hadir secara utuh maksudnya pikiran dan badan fokus terhadap konseli.
3.     Ciptakan suasana yang kondusif, menyenangkan. Agar konseli tidak merasa takut atau malu.
Menciptakan suasana yang kondusif diperlukan untuk membantu psikologis konseli agar terbuka dan tidak malu.
4.     Terima dia sebagaimana adanya.
Konselor harus terima konseli dalam keadaan apa adanya. Jangan menghakimi konseli
5.     Mendengarkan
Konselor harus mendengarkan konseli bukan hanya menggunakan telinga, tetapi juga menggunakan mata dan hati.
6.     Memberi respon yang sesuai
Konselor harus memberi respon yang sesuai. Memberikan tanggapan atau respon yang tepat juga merupakan kunci konseling.
7.     Harus pandai menghentikan percakapan
Konselor harus tahu bagaimana cara menghentikan percakapan yang baik. Agar konseling berjalan dengan baik dan tepat tujuan.



DAFTAR PUSTAKA
J.L. ch. Abineno, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000


Post a Comment

0 Comments

Close Menu